Saturday 1 January 2022

Pertarungan Ayamnya Sawerigading : surutnya teluk palu

Yang mau dapat duit dari hape android klik link biru ini yah DAPAT DUIT DARI HP ANDROID
membedah perihal cerita rakyat di lembah Palu yang mengisahkan tentang surutnya air laut dan terbentuknya lembah saat ini, tidak bisa dipisahkan dari cerita dengan Sawerigading sebagai tokoh utamanya. Sawerigading, demikian dialek lokal menyebutnya, dkenal sebagai tokoh legendaris dari Luwu, Sulawesi Selatan, bersama anaknya La Galigo.

Cerita tentang Sawerigading ini dikenal di hampir seluruh wilayah di lembah Palu.

Ada beberapa versi di sejumlah wilayah di lembah Palu, tentang cerita Sawerigading dan surutnya laut di lembah Palu tersebut. Salah satu cerita misalnya menjelaskan, konon suatu ketika, La Galigo datang dengan perahunya dari Ganti ke Sigi. Sesampainya di sana, di desa sedang dilaksanakan adu ayam dan La Galigo berpartisipasi.

Tapi dia kalah melawan ibunya Nili Najo, yang merupakan ratu Sigi. Dia menjadi sangat marah dengan kekalahannya tersebut, sehingga dia hampir berkelahi dengan ibunya. Tapi untungnya ayahnya, Sawerigading, datang dari Palopo tepat waktu, dan dia menyatakan bahwa itu bukan masalah ibu dan anak yang saling berkelahi. Untuk mencegah agar La Galigo sekali lagi berlayar ke Sigi dan menyebabkan bencana, Sawerigading memutuskan untuk mengusir laut.

Dia memerintahkan anjing hitamnya yang bernama Buri (hitam) yang kemudian menggonggong ke arah laut hingga laut berangsur-angsur turun. Sebagai pengingat kejadian ini, sepotong kawasan pantai di Loli diberi nama Tasi boeri atau laut hitam.

Versi lainnya dari kisah ini menyebutkan, Sawerigading tinggal di Ganti dekat Donggala di masa lalu. Pada saat yang sama, di Maku (Baku) Bakulu, hidup seorang ratu perkasa, bernama Bunga Manila.

Pada kesempatan sebuah acara besar, Bunga Manila juga mengundang Sawerigading untuk hadir. Sawerigading datang dan membawa ayam jantannya yang berani bersamanya.

Dia menyarankan kepada ratu tersebut, agar ayam mereka bertarung satu sama lain, dengan pertaruhan, ketika Sawerigading kalah, dia akan menyerahkan kapalnya ke Bunga Manila.

Sebaliknya, jika Bunga Manila kalah, dirinya akan memberikan kerbau dan kambing kepada Sawerigading.

Ayam jantan milik Sawerigading kemudian kalah dan Bunga Manila menuntut kapal yang dipertaruhkan. Namun, kapal tersebut tidak berhenti,

dan inilah yang menjadi alasan pecahnya perang di antara para pengikut keduanya. Bunga Manila kemudian memanggil bantuan saudaranya, yang tinggal di Luwu.
Ketika dia datang, dan dia mengatakan bahwa orang tua Bunga Manila dan Sawerigading bersaudara dan karena itu mereka tidak dapat bertarung.

Walaupun mengetahui hal tersebut, Bunga Manila masih membenci sepupunya, dan dia mencari cara untuk mencegahnya datang ke Maku Bakulu. Sawerigading diceritakan memiliki seekor anjing bernama, I Buri, yang berkulit hitam, yang dapat melakukan hal-hal ajaib.

Ketika Sawerigading hendak kembali ke Ganti, Bunga Manila mengganggu anjingnya agar tidak mengikuti Sawerigading dan memastikan bahwa anjing tersebut tidak kembali.

Anjing itu kemudian menggonggong mencari Sawerigading, dan kemana pun anjing itu pergi, permukaan laut pun mundur.

Cerita lainnya dari Tawaeli, mengisahkan pada saat itu Gilina eo dari Sigi, datang ke Ganti, dan mengadu ayam dengan La Galigo.

Ayam Gilina eo bernama Baka (luka) dan ayam milik La Galigo bernama Buri. Buri kemudian berubah menjadi ular, dan menyebabkan penduduk mulai lari. Dengan kejadian ini, timbul perselisihan antara keduanya, dan penguasa Sigi ini kembali dengan keadaan marah.

Di puncak Vatunonju, anjing Gilinaeo mulai menggonggong, dan dengan demikian laut pun turun. Ketika La Galigo memperhatikan hal ini, ia segera berbalik dengan perahunya.
Di perjalanan dia bertemu Boronguu.
Boronguu meminta La Galigo memastikan tanahnya tidak mengering lebih jauh. Tetapi La Galigo menjawab dia tidak bisa berbuat apa-apa.

Di Biromaru, cerita ini dikisahkan sebagai berikut, di mana di masa lalu sebuah pesta besar dirayakan di Siboela di atas Bora (Sigi).

Magau (raja) Sigi saat itu disebut adalah seorang wanita, yakni Ngginajo (di tempat lain: Nili najo). Di pesta ini, La Galigo dari Ganti juga hadir untuk mengikuti sabung ayam.

Ratu Sigi meletakkan 5 tanduk kerbau dan 5 kotak bambu penuh emas di depannya sebagai taruhan.

Magau sendiri mengenakan pakaian pria, dan membawa seekor ayam bernama Tjalabae (Calabai) dan ayam dari La Galigo bernama Baka tjimpolo.

Kemudian Ngginajo berkata, jika ayamnya mengalahkan ayam La Galigo, maka dia harus memberikan semua yang dia miliki bersamanya.

Hal ini terjadi dan La Galigo harus memberikan semua yang dia miliki bersamanya, dia hanya kembali dengan satu budak. Dari Ganti, dia mengirim sebuah pesan kepada ayahnya Sawerigading di Soppeng untuk datang.

Ketika dia tiba, putranya mengatakan kepadanya bahwa dia ingin berperang dengan Sigi. Tapi Sawerigading melarang, karena kata dia, para raja Sigi dan Ganti saling berhubungan.
Ayah dan anak kemudian pergi ke Sigi untuk memperkuat ikatan persaudaraan. Tanpa memperdulikan ayahnya, La Galigo kembali ke Ganti meninggalkan ayahnya, sehingga ia terpaksa berjalan.

Semakin jauh dia berjalan, semakin jauh laut surut, sehingga seluruh lembah menjadi kering, hingga menjadi lembah Palu yang sekarang. Sawerigading kemudian menyusul putranya dan naik ke atas kapal, sehingga laut tidak kembali lagi.

Sementara itu, Jamrin abubakar, dalam buku orang Kaili gelisah menuliskan, dalam mitologi Kaili, peristiwa mengeringnya laut Kaili dikaitkan kedatangan Sawerigading, tokoh sentral dalam epos sureq Lagaligo asal Luwu, Sulsel.

Dalam pelayarannya kembali dari negeri Cina, Sawerigading (Saverigadi dalam dialek Kaili) menyempatkan masuk ke teluk Kaili dan berlabuh di Pudjananti-Banava (Donggala), kemudian menuju ke pelabuhan Bangga dan Sigi sebagai pusat kerajaan Kaili yang dipimpin seorang ratu waktu itu.

Cerita ini merupakan versi lisan dalam mitologi To Kaili (orang Kaili) di Lembah Palu. Saat kapal berlabuh, seekor anjing milik Sawerigading bernama Labolong (si hitam) secara tidak sengaja berjalan mencari mangsa sampai di dataran lembah di arah selatan Sigi.

Singkat cerita, di sanalah Labolong melakukan perkelahian dengan seekor belut raksasa penghuni sebuah telaga kecil di tengah lembah.

Perkelahian terjadi, disebabkan ketika Labolong sedang berjalan dan tanpa sengaja kakinya terperosok ke dalam telaga yang ternyata tempat kubangan belut raksasa.

Merasa terusik atas kehadiran seekor anjing yang mengobok-obong tempatnya, belut raksasa penghuni telaga pun menarik kaki anjing hitam tersebut, sehingga terjadi pertarungan maha dahsyat dalam kubangan sampai-sampai menimbulkan gempa bumi.

Labolong dan belut itu, akhirnya keluar dari dalam telaga, keduanya saling gigit dan tarik-menarik hingga hanyut ke laut bersama air bah yang tumpah (banjir bandang) bercampur warnah merah, karena kedua hewan raksasa itu berdarah.

Masyarakat di pesisir Sigi-Bora dan sekitarnya ketakutan mendengar gemuruh yang disertai banjir dan gempa.

Bekas belut saat ditarik oleh anjing, itulah yang dianggap menjadi cikal-bakal terjadinya Sungai Palu yang berhulu di Danau Lindu.

Gemuruh air sebagai susulan getaran bumi, mengakibatkan Teluk Kaili yang menjorok itu tertimbun longsoran tanah, jadi lembah sampai sekarang.

Dari peristiwa ini pula (matinya belut raksasa) menjadi cikal-bakal untuk sebutan bagi Danau Lindu hingga sekarang.

Lindu dalam bahasa Kaili atau bahasa Kulawi berarti belut, sejenis Sogili yang merupakan salah satu jenis ikan endemik danau-danau dataran tinggi di Sulawesi Tengah, khususnya di Danau Lindu.

Menurut legenda, kapal Sawerigading ketika itu terdampar di Sambo (sekarang Kecamatan Dolo), sehingga di desa ini ada gunung yang kalau dipandang dari jauh menyerupai perahu, masyarakat setempat menyebutnya Bulu Sakaya (gunung perahu).

Konon gunung itu merupakan kapal Sawerigading, sedangkan layarnya terdampar ke sebelah timur lembah yang kini disebut Bulu Masomba yang berarti gunung yang menyerupai layar.

Dari cerita dengan tokoh dan alur cerita yang beragam namun memiliki kemiripan tersebut, jika dianalisa lebih jauh, dapat mengerucutkan analisa pada sejumlah hal, pertama, interaksi antara Luwu dengan wilayah lembah Palu seperti Sigi dan wilayah Banawa di semenanjung Donggala.

Kisah ini seakan menegaskan pengaruh Luwu yang kental di dua wilayah tersebut, lewat legitimasi dengan cerita rakyat dan pengaruh dari segi keadatan di masa selanjutnya.

Kedua, cerita-cerita di atas, menunjukkan ciri kebudayaan Kaili yang matrilineal, di mana peran perempuan dalam filosofi keadatan sangat dijunjung tinggi, seperti posisi Ntina (penghulu adat) dalam struktur keadatan dan posisi Bulonggo (penyimpan tuturan dan harta) dalam keluarga bangsawan.

Ketga, cerita-cerita di atas, sebenarnya menunjukkan proses geologi di lembah Palu yang di masa itu, belum mampu dijelaskan dengan ilmiah oleh masyarakat setempat. Masyarakat di masa lalu, cenderung menandai kejadian alam dengan penanda cerita mitos atau penaman wilayah berdasarkan kejadian alamnya.

1 comment:

  1. Harrah's Hotel Las Vegas - Lucky Club
    Find out everything you need to know about Harrah's Hotel Las Vegas - the brand new 777 Hotel room, the latest dining and nightlife luckyclub experience.

    ReplyDelete